Jember, Jawa Timur – Pengamat urusan politik Universitas Jember Dr. Muhammad Iqbal menilai bahwa dukungan Partai Demokrat ke Prabowo Subianto bisa jadi mengacaukan skenario Presiden Joko Widodo.
"Pertama problematik secara arah strategis Koalisi Indonesia Maju dan juga kedua, problematik secara prinsip etika Partai Demokrat," katanya di tempat Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.
Ia mengatakan bergabung-nya Partai Demokrat dengan mencapreskan Prabowo bisa saja problematik bagi skenario Presiden Jokowi atas arah Koalisi Indonesia Maju, dikarenakan Jokowi terbaca bergabung menentukan kemana arah koalisi itu.
"Koalisi besar yang digunakan dipimpin Gerindra itu diperkuat oleh partai kebijakan pemerintah kabinet Jokowi yaitu Golkar, PAN, PSI serta yang digunakan non-kabinet yakni Partai Garuda, Partai Gelora lalu dua partai non-partisipan pemilihan umum 2024 yaitu Partai Berkarya lalu Partai PRIMA," tuturnya.
Menurutnya semua partai dalam Koalisi Indonesia Maju juga Prabowo menyatakan tegak lurus untuk melanjutkan semua kebijakan kemudian program Jokowi.
Sedangkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masih menitipkan pesan kepada Prabowo untuk juga mengusung spirit perubahan, padahal, Prabowo kukuh menegaskan melanjutkan total program Jokowi.
Ia menilai bahwa dukungan Jokowi terbaca lebih lanjut ke arah Prabowo daripada ke Ganjar Pranowo, meskipun Jokowi adalah petugas atau kader utama PDI Perjuangan.
"Sebaliknya, Partai Demokrat ketika masih berada dalam Koalisi Perubahan, baik SBY serta AHY sangat keras mencela kebijakan Jokowi. Bahkan PDIP juga kerap ingatkan Demokrat agar tidaklah ganggu Jokowi," ucap pakar komunikasi kebijakan pemerintah Unej itu.
Jika dalam konteks kritik keras SBY kepada Jokowi selama ini maka mampu diartikan Partai Demokrat ambil posisi ingin terlibat mengontrol jangan sampai keterlibatan Jokowi semakin dalam di dalam tubuh Koalisi Indonesia Maju.
Padahal, Prabowo kemudian ketua umum partai besar di dalam koalisi itu sebelum Partai Demokrat bergabung, memang terkesan sangat tegak lurus pada arahan Jokowi.
Persoalan kedua, selama sembilan tahun Partai Demokrat nyaris total menjalankan fungsi oposisi terhadap pemerintahan Jokowi. Puncaknya ketika masih berada di area Koalisi Perubahan bersama NasDem dan juga PKS, Demokrat gencar menguatkan basis kader lalu simpul pemilihnya bahwa jiwa, prinsip etik dan juga strategi partai adalah gelora perubahan.
"Landasan etik itu bisa jadi menjadi persoalan serius juga membingungkan pada basis kader kemudian kantung pernyataan pemilih Partai Demokrat, namun sebagian kader lalu pemilih menghendaki Demokrat tetap kembali ke Koalisi Perubahan," katanya.
Iqbal menjelaskan elite Partai Demokrat sudah memutuskan bergabung ke koalisi yang mana justru total ingin melanjutkan program juga kebijakan pemerintahan Jokowi yang tersebut selama ini banyak dikritik keras oleh prinsip etik Demokrat.
"Bisa jadi, problem etik sangat potensial malah menggerus pengumuman dukungan elektoral dari kader dan juga pemilih Partai Demokrat pada Pilpres 2024," ujarnya.
Sumber: Antara