BERITA PANGANDARAN – Sabtu 7 Desember 2024 malam, langit Pantai Pangandaran menjadi saksi sebuah peristiwa budaya yang mengagumkan.
Bertempat di Ampitheatre Wisma Bintang Timur, Jalan Parapat 67, sendratari musikal bertajuk “Nini Antéh Ngabungbang Jaman” memadukan seni dan pesan mendalam tentang harmoni serta toleransi antarumat beragama.
Pertunjukan ini adalah hasil kolaborasi lintas komunitas seni, melibatkan berbagai kelompok seperti Dewan Kebudayaan Daerah Pangandaran, Sanggar Tari Putera Rengganis, Sanggar Anak Desa, Gamelan Ki Pamanah Rasa, Angklung Silih Asih Santo Yohanes, Ebeg Muncul Jaya Group dan Sakola Motekar.
Para seniman dari latar belakang budaya dan agama yang beragam bekerja bersama untuk menciptakan pertunjukan yang tidak hanya indah secara estetis, tetapi juga bermakna dalam.
Kisah Klasik yang Merekatkan Kebersamaan
Mengangkat kisah klasik Nini Antéh, karakter dari tradisi lisan Sunda, pertunjukan ini menyajikan perjalanan sang tokoh bersama kucing kesayangannya menuju bulan.
Meski berpijak pada cerita tradisional, narasi ini disesuaikan dengan sentuhan modern, menjadikannya relevan dengan kehidupan masa kini tanpa kehilangan identitas aslinya.
Pagelaran ini menampilkan harmoni seni yang mengesankan dari alunan gamelan dan angklung yang dimainkan seniman lintas agama, hingga tarian khas seperti ronggeng gunung, aksi dinamis kuda lumping Ebeg, dan permainan tradisional kaulina barudak.
Semua elemen tersebut berpadu dalam narasi yang menggugah, mencerminkan keberagaman budaya yang saling melengkapi.
Penampilan ini menjadi simbol kuat bahwa seni adalah bahasa universal yang melampaui perbedaan. Para penonton, yang terdiri dari warga lokal hingga wisatawan, turut hanyut dalam suasana kebersamaan yang tercipta sepanjang malam itu.
Melestarikan Budaya dengan Semangat Toleransi
Pengasuh Sanggar Tari Putera Rengganis, Iis Rahmini Juni Anita mengatakan, pentingnya kolaborasi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman.
“Seni dan budaya tidak hanya soal keindahan, tetapi juga bagaimana kita hidup bersama dalam perbedaan. Semua seniman di sini membawa keyakinan masing-masing, namun bersatu untuk menciptakan harmoni,” kata Iis.
Sementara itu, Dewan Kebudayaan Daerah Pangandaran Edi Rusmiadi menambahkan, acara ini tidak hanya melestarikan budaya lokal, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang toleransi.
“Seni tradisional adalah ruang yang menyatukan semua orang. Di sini, semua bisa berkontribusi dan saling menguatkan tanpa melihat perbedaan agama atau keyakinan,” kata Edi.
Antusiasme Penonton
Ratusan penonton yang hadir memberikan sambutan luar biasa. Mereka tidak hanya menyaksikan pertunjukan, tetapi juga ikut aktif dalam permainan tradisional dan menari bersama para seniman, menciptakan suasana hangat penuh keakraban.
Bagi banyak pengunjung, pengalaman ini jauh lebih dalam daripada sekadar hiburan. “Melihat seniman dari berbagai latar belakang tampil bersama begitu harmonis sungguh menginspirasi. Ini adalah pelajaran penting tentang kebersamaan,” ungkap seorang pengunjung dari Bandung.
Seni Sebagai Jembatan Persaudaraan
Sendratari musikal “Nini Antéh Ngabungbang Jaman” tidak hanya menjadi perayaan seni, tetapi juga simbol keberhasilan merajut harmoni di tengah keberagaman.
Dengan melibatkan seniman dari berbagai agama, acara ini mengingatkan bahwa perbedaan adalah kekayaan yang perlu dirayakan, bukan dihindari.
Keberhasilan pagelaran ini menegaskan peran Pangandaran bukan hanya sebagai destinasi wisata alam, tetapi juga sebagai pusat seni budaya yang menyampaikan pesan universal tentang perdamaian dan toleransi.
Seni kembali membuktikan dirinya sebagai jembatan yang mampu menyatukan manusia melampaui batas keyakinan dan tradisi.
Dengan semangat ini, “Nini Antéh Ngabungbang Jaman” tidak hanya menunjukkan keindahan budaya lokal, tetapi juga menjadi inspirasi untuk hidup dalam keberagaman yang harmonis.